Pagi ini dalam komsel mingguan di kantor, muncul pertanyaan yang sempat jadi bahan diskusi yang cukup seru mengenai sesuatu yang sedang HOT beberapa waktu terakhir: mengenai hukuman mati.
Bagaimana kekristenan memandang hukuman mati, misalnya pada kasus pengedar narkoba yang akan segera dieksekusi oleh pemerintah Indonesia? Bagaimana "nasib" para terdakwa yang akan segera menjemput ajal setelah didor oleh pasukan penembak? Masih adakah kesempatan untuk bertobat, bahkan jika Tuhan mengizinkan, tetap boleh masuk surga?
Begini pendapat pribadi saya...
Pertama, setiap manusia pasti akan mati ketika waktunya untuk mati memang sudah tiba. Kita bisa menyebutnya sebagai "kehendak Tuhan" karena terjadi dalam keadaan "normal". Namun, ada fakta yang tak bisa dibantah bahwa ada manusia yang meninggal karena kesalahannya sendiri. Kalo sudah begini, menurut saya bukan semata-mata kehendak Tuhan, melainkan ada faktor kesalahan dari manusia itu sendiri. Misalnya ada orang yang sengaja menabrakkan dirinya ke kereta api yang sedang melintas, tentu saja kemungkinan besar orang itu akan mati. Apakah Tuhan menghendaki orang ini mati dengan cara ditabrak kereta api? Menurut saya kok itu kesalahan orang itu sendiri ya. Kalau niatnya sudah bunuh diri, tetapi masih hidup, artinya Tuhan menghendaki orang itu masih hidup alias memberi kesempatan untuk tetap hidup.
Kedua, setiap perbuatan ada konsekuensinya atau selama ini dikenal dengan hukum TABUR-TUAI. Orang yang melakukan kejahatan akan menuai akibat dari perbuatannya itu. Repotnya, dalam kasus kejahatan, ada orang lain yang terkadang ikut terkena akibatnya. Misalnya dalam kasus narkoba, tentu bukan hanya pelaku yang harus menanggung akibat dari perbuatannya (kalau ketahuan), melainkan orang lain tentu kena akibatnya. Akibat terbesar tentu ada banyak korban jiwa akibat penyalahgunaan narkoba.
Ketiga, ada ayat yang berkata: "
Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat" (Roma 13:4). Ayat ini menyebut kata "pedang", bukan pentung atau peluit. Pedang adalah senjata yang bisa dipakai untuk hukuman yang berujung pada kematian. Jadi dalam titik tertentu, untuk tindak kejahatan tertentu, pemerintah berhak untuk "membalaskan" murka Allah dengan mengayunkan "pedang" sebagai bentuk hukuman atas perbuatan jahat.
Bentuk "pedang" bisa bermacam-macam dengan tujuan yang sama, misalnya senapan, alat pemancung, tiang dan tali gantungan, atau yang ekstrem bisa berupa kayu salib. Apakah pemerintah sedang "merampas" hak Tuhan untuk memutuskan nyawa seseorang? Menurut ayat di atas ... pemerintah sebenarnya sedang menjadi "perpanjangan tangan" atau menjadi alat Tuhan untuk
Jadi, kalau pemerintah mengizinkan adanya hukuman mati bagi para pengedar narkoba, sah-sah saja hal itu dilakukan karena pemerintah sedang menggunakan otoritas yang dimiliki. Dia sedang menjadi "hamba Allah" untuk kebaikan atau kepentingan masyarakat yang lebih luas (banyak). Kalau kita mau bicara mengenai menghargai kehidupan, apakah si pelaku juga sedang menghargai kehidupan para korban dan keluarga yang menderita akibat pengaruh narkoba yang mereka edarkan? Ya kan tidak harus dihukum mati atau dieksekusi? Kok tidak ada kasih ya? (Kembali ke ayat tadi ya ... saya tidak mau berdebat mengenai hal ini. Silakan cermati juga ayat-ayat mengenai "hukuman mati" yang dialami oleh orang-orang yang tercatat dalam Alkitab)
Keempat, apakah mereka masih mungkin masuk surga? Kisah penjahat yang disalibkan di sebelah Yesus menarik untuk dicermati (Lukas 23:30-43):
(40) Tetapi yang seorang menegor dia, katanya: "Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama?
(41) Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah."
(42) Lalu ia berkata: "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja."
(43) Kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus."
Penjahat tersebut menyadari kesalahannya, sekaligus menyadari Pribadi yang ada di sebelahnya bukanlah orang biasa. Dia "diselamatkan" bukan karena membela Yesus dengan mengatakan bahwa Yesus tidak bersalah (ay. 42), melainkan karena pengakuannya bahwa Yesus adalah Raja. Kelak kalau Yesus datang sebagai Raja, ia meminta agar Yesus mengingat dirinya (ay. 43). Inilah
kunci keselamatan yang diterimanya, dalam kekekalan, setelah ia menerima hukuman salib yang membuat nyawanya melayang.
Kunci keselamatan yang juga ditawarkan pada semua orang, termasuk para narapidana yang sedang menanti eksekusi hukuman mati. Seandainya dalam masa pendampingan oleh para rohaniwan, mereka serius bertobat dari kejahatannya, lalu mengakui dan menerima Yesus sebagai Tuhan, Juruselamat, dan Raja ... hidup mereka boleh berakhir di dunia, tetapi mereka menikmati kehidupan kekal bersama Yesus. Hanya Yesus yang ditentukan Allah sebagai satu-satunya Jalan, Kebenaran, dan Hidup (Yoh. 14:6) dan TIDAK ADA NAMA LAIN yang diberikan kepada manusia, yang olehnya kita dapat diselamatkan (Kis. 4:12).
Jadi intinya ...
Saya
setuju dengan eksekusi yang ditetapkan pemerintah Indonesia sebagai konsekuensi atas perbuatan yang dilakukan oleh para pelaku. Lanjutkan! Bagi yang lain, yuk belajar hidup benar dan kalau bekerja atau berbisnis, ya carilah jenis pekerjaan, usaha, atau bisnis yang benar tanpa mencelakakan orang lain.
Sekian.